OPINI - Jika kita lihat hasil perolehan kekayaan 10 orang terkaya 9 diantaranya WNI keturunan. Tidak terkecuali pada bisnis skala menengah.
Tinggalah 99 persen, UMKM kecil kecil diurus pribumi. Mereka rentan untuk jatuh san sedikit yang bisa naik kelas. Faktor psikology terutama dari kisruh politik membuat pribumi terkuras, abai akan bisnis dan ditinggal oleh WNI Keturunan Chinese
Pribumi dari waktu ke waktu dibuai akan kesempatan pemerintahan, jadi pegawai negeri, ABRI, dan sangat sedikit yang mau berusaha bisnis secara konsisten.
Politik telah pula membuat kebanyakan pribumi habis waktunya berdebat, antara kubu kekuasaan yang ingin langgeng kekuasaan dengan fihak lain yang kubunya tidak dipemerintahan.
Pribumi pemerintahan banyak melayani pengusaha keturunan dengan segala iming imingnya. Mereka sering membuat pasar layanan tidak fair "market clearence"
Pribumi perbankan juga banyak yang merealisasikan kredit untuk bisnis, sementara kredit rimah rimah diperuntukan pada pribumi.
Urusan tanah, legalitas, dan sejenisnya mudah untuk warga keturunan, namun untuk pribumi sulit. Sejak dulu sampai sekarang bisnis tambang emas rakyat dan batu bara, sangat sedikit yang dikuasai oleh pribumi.
Politik telah membuat semakin kurangnya keberfihakan pada upaya keadilan bisnis. Politik dengan pola sekarang telah memudahkan terjadinya ketimpangan bisnis.
Baca juga:
Ilham Bintang: Ya Ampun, Presiden
|
Sementara keberfihakan untuk mendorong usaha bisnis pribumi seperti ekor ular, ketimpangan memang sudah mirip dengan kondisi Amerika Serikat saat ini.
Indonesia itu luas, namun bisnisnya dikuasai warga keturunan. Politik dan keberfihakan penguasa pada bisnis mereka telah membuat warga tempatan berbisnis yang semakin marginal.
Kita tidak bisa mengeluh, kecuali bangun dan berkolaborasi bersama untuk belajar bekerja keras, belajar berjuang untuk.memulai dunia industri, dunia usaha, dan segala sendi ekonomi.
Segala upaya bisa berhasil kalau generasi pribimi disiapkan untuk tidak manja. Bagaimanapun keberfihakan masih diperlukan sampai pribumi bisa berjalan dan bersaing tanpa tertatih tatih.
PADANG, 2 Juni 2023
Elfindri
Direktur SDGs Center UNAND