PENDIDIKAN - Dalam era globalisasi, penjajahan asing tidak lagi hadir dalam bentuk penguasaan fisik wilayah, melainkan menjelma dalam bentuk dominasi ideologis, ekonomi, dan budaya. Salah satu wujud penjajahan modern yang nyata adalah dominasi asing dalam bidang pendidikan.
Fenomena ini tampak jelas dalam pola pikir masyarakat yang menganggap lulusan luar negeri lebih unggul daripada lulusan dalam negeri, serta pandangan bahwa jurnal ilmiah luar negeri memiliki kualitas yang lebih baik dibandingkan jurnal nasional. Akibatnya, arus kas terus mengalir ke luar negeri demi pengakuan yang seringkali tidak memberikan dampak signifikan terhadap pembangunan bangsa.
Baca juga:
Kiai Ihsan Jampes dan Kisah Ilmu Ladunni
|
Superioritas Pendidikan Luar Negeri: Realitas atau Ilusi?
Anggapan bahwa lulusan luar negeri lebih berkualitas berakar dari sejarah kolonial dan konstruksi sosial yang memandang Barat sebagai pusat peradaban dan ilmu pengetahuan. Negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Inggris, dan Australia telah berhasil membangun reputasi sebagai pusat pendidikan global.
Reputasi ini diperkuat melalui peringkat universitas dunia, program beasiswa internasional, dan jejaring alumni global. Masyarakat Indonesia, seperti banyak negara berkembang lainnya, cenderung terpengaruh oleh narasi ini dan menganggap pendidikan luar negeri sebagai tiket emas menuju kesuksesan karier.
Namun, apakah lulusan luar negeri benar-benar lebih berkualitas? Jawabannya tidak selalu demikian. Banyak lulusan dalam negeri yang berhasil menorehkan prestasi di kancah internasional. Kualitas lulusan seharusnya tidak hanya diukur dari tempat mereka belajar, tetapi dari kemampuan, integritas, dan kontribusi nyata mereka terhadap masyarakat.
Dalam banyak kasus, lulusan luar negeri justru kesulitan untuk beradaptasi dengan kondisi lokal karena terbatasnya pemahaman mereka terhadap konteks sosial dan budaya Indonesia.
Dominasi Jurnal Ilmiah Luar Negeri
Selain pendidikan, penjajahan intelektual juga terlihat dalam dunia publikasi ilmiah. Jurnal-jurnal internasional seperti Nature, Science, atau publikasi dalam database Scopus dan Web of Science sering dianggap lebih kredibel dibandingkan jurnal lokal.
Para akademisi dan peneliti di Indonesia berlomba-lomba mempublikasikan karya mereka di jurnal luar negeri, bahkan dengan biaya besar, demi pengakuan internasional. Sementara itu, jurnal-jurnal dalam negeri sering kali dianggap kurang bergengsi, meskipun isinya relevan dengan kebutuhan dan permasalahan nasional.
Paradigma ini menjadi masalah serius. Ketergantungan pada jurnal luar negeri tidak hanya menguras sumber daya finansial, tetapi juga membatasi ruang gerak intelektual. Banyak penelitian lokal yang tidak dipublikasikan karena tidak sesuai dengan standar atau tema yang diminati oleh jurnal internasional. Akibatnya, pengetahuan yang seharusnya bermanfaat bagi masyarakat Indonesia justru terpinggirkan.
Arus Kas Keluar Tanpa Dampak Nyata
Fenomena ini berdampak langsung pada ekonomi nasional. Biaya kuliah di luar negeri yang mahal, ditambah dengan biaya publikasi di jurnal internasional, menyebabkan miliaran rupiah mengalir ke negara lain setiap tahunnya. Ironisnya, pengakuan yang diperoleh sering kali tidak sebanding dengan kontribusi nyata terhadap bangsa dan negara.
Lulusan luar negeri yang kembali ke tanah air tidak selalu mampu memberikan solusi atas permasalahan nasional, sementara penelitian yang dipublikasikan di jurnal internasional sering kali tidak memiliki aplikasi langsung di Indonesia.
Membangun Kemandirian dan Kepercayaan Diri
Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan langkah-langkah strategis yang mencakup kebijakan, pendidikan, dan perubahan budaya:
1. Penguatan Institusi Pendidikan Lokal: Pemerintah harus meningkatkan kualitas universitas dalam negeri melalui investasi dalam fasilitas, riset, dan sumber daya manusia. Selain itu, universitas perlu membangun jaringan internasional tanpa kehilangan identitas lokal.
2. Revitalisasi Jurnal Lokal: Jurnal ilmiah dalam negeri harus diberdayakan dengan meningkatkan kualitas editor, reviewer, dan sistem publikasi. Pemerintah juga perlu memberikan insentif bagi para akademisi untuk mempublikasikan karya mereka di jurnal lokal yang berkualitas.
3. Perubahan Paradigma: Masyarakat perlu menyadari bahwa kualitas tidak ditentukan oleh lokasi atau afiliasi institusi, tetapi oleh substansi dan relevansi kontribusi. Media massa dan pemerintah memiliki peran penting dalam mengedukasi publik tentang pentingnya menghargai produk lokal.
4. Mengintegrasikan Lulusan Luar Negeri: Lulusan luar negeri harus didorong untuk menggunakan pengetahuan mereka dalam konteks lokal. Program mentoring dan kolaborasi dengan institusi dalam negeri dapat menjadi solusi untuk mengurangi kesenjangan antara pendidikan global dan kebutuhan nasional.
Penjajahan asing dalam bidang pendidikan dan publikasi ilmiah adalah bentuk kolonialisme baru yang menghambat kemandirian bangsa. Untuk melawan hal ini, Indonesia perlu membangun kepercayaan diri, memperkuat institusi pendidikan lokal, dan merevitalisasi jurnal ilmiah dalam negeri. Hanya dengan langkah-langkah tersebut, kita dapat memastikan bahwa pendidikan dan ilmu pengetahuan tidak hanya menjadi alat untuk mencari pengakuan, tetapi juga menjadi pilar utama dalam pembangunan bangsa dan negara.
Jakarta, 17 November 2024
Hendri Kampai
Ketua Umum Jurnalis Nasional Indonesia/JNI/Akademisi