PENDIDIKAN - Riset formatif kehumasan adalah riset yang dilakukan pada tahap awal sebuah program komunikasi atau kampanye untuk mengumpulkan informasi yang akan membantu merancang strategi dan pesan yang tepat sasaran. Riset ini penting untuk memastikan bahwa tujuan komunikasi tercapai dengan baik dan relevan dengan audiens yang ditargetkan. Berikut adalah elaborasi mengenai bagaimana merancang riset formatif kehumasan:
1. Menentukan Tujuan Riset
Riset formatif harus dimulai dengan tujuan yang jelas. Dalam konteks kehumasan, tujuannya biasanya berkaitan dengan memahami audiens, menciptakan pesan yang efektif, dan menentukan saluran komunikasi yang paling tepat. Beberapa tujuan riset formatif kehumasan antara lain:
- Mengetahui sikap, persepsi, dan kebutuhan audiens terhadap organisasi atau program tertentu.
- Mengidentifikasi isu atau tantangan yang harus diatasi oleh komunikasi kehumasan.
- Mengembangkan strategi komunikasi yang relevan dengan nilai-nilai dan budaya audiens.
2. Mengidentifikasi Audiens Sasaran
Setelah menetapkan tujuan, langkah berikutnya adalah mengidentifikasi audiens yang menjadi target dari kegiatan komunikasi kehumasan. Audiens dapat berupa masyarakat umum, pelanggan, mitra bisnis, karyawan, atau komunitas tertentu. Riset formatif kehumasan perlu menjawab beberapa pertanyaan seperti:
- Siapa yang perlu menerima pesan ini?
- Apa karakteristik demografi mereka (usia, jenis kelamin, pekerjaan, lokasi)?
- Apa preferensi media mereka?
- Bagaimana mereka biasanya menerima dan merespon informasi?
3. Metode Pengumpulan Data
Ada berbagai metode untuk mengumpulkan data dalam riset formatif kehumasan, antara lain:
- Survei: Menggunakan kuesioner untuk mendapatkan pandangan umum dari audiens yang luas mengenai persepsi mereka terhadap suatu isu atau organisasi.
- Wawancara Mendalam: Dilakukan dengan pemangku kepentingan utama untuk mendapatkan wawasan lebih mendalam tentang persepsi dan kebutuhan mereka.
- Focus Group Discussion (FGD): Kelompok diskusi terarah untuk menguji pesan atau ide komunikasi kepada sekelompok orang dan mendapatkan umpan balik secara langsung.
- Analisis Media Sosial: Memantau dan menganalisis percakapan di media sosial untuk mengetahui opini publik tentang organisasi atau isu tertentu.
- Observasi: Memantau perilaku dan interaksi audiens dalam konteks tertentu untuk memahami bagaimana mereka berperilaku dan merespon terhadap pesan.
4. Analisis Data
Setelah data dikumpulkan, langkah selanjutnya adalah menganalisis informasi tersebut untuk mengidentifikasi tren, pola, atau wawasan kunci yang akan memandu strategi komunikasi. Beberapa hal yang dianalisis dalam riset formatif kehumasan adalah:
- Tingkat kesadaran audiens terhadap isu atau organisasi.
- Persepsi audiens tentang pesan yang akan disampaikan.
- Saluran komunikasi yang paling efektif.
- Preferensi audiens dalam menerima informasi (visual, tekstual, audiovisual, dll).
5. Mengembangkan Rekomendasi
Berdasarkan hasil analisis, tim kehumasan harus menyusun rekomendasi untuk strategi komunikasi yang akan dijalankan. Rekomendasi ini harus mencakup:
Baca juga:
SMP Negeri 1 Sekincau Adakan Sertijab Kepsek
|
- Pesan utama yang relevan dengan audiens.
- Media dan saluran komunikasi yang paling efektif.
- Gaya komunikasi yang sesuai dengan budaya dan nilai audiens.
- Strategi keterlibatan audiens untuk membangun hubungan jangka panjang.
6. Pengujian Pesan
Sebelum meluncurkan kampanye, pengujian pesan sangat penting untuk memastikan bahwa pesan yang disusun efektif dan dapat diterima dengan baik oleh audiens. Hal ini dapat dilakukan melalui:
- Uji coba pesan (message testing) dalam kelompok kecil audiens sasaran.
- Penyesuaian pesan berdasarkan umpan balik yang diterima.
7. Pemantauan dan Evaluasi
Riset formatif kehumasan tidak berhenti setelah kampanye diluncurkan. Pemantauan dan evaluasi harus dilakukan secara berkala untuk memastikan bahwa pesan dan strategi yang digunakan tetap relevan dan efektif. Data pemantauan dapat digunakan untuk menyesuaikan strategi kehumasan secara real-time.
Dengan merancang riset formatif kehumasan yang tepat, tim komunikasi dapat membangun kampanye yang lebih terarah dan berdampak, memastikan bahwa setiap pesan yang disampaikan sesuai dengan kebutuhan dan harapan audiens.
Berikut adalah contoh lengkap tentang bagaimana merancang riset formatif kehumasan dalam konteks kampanye untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya vaksinasi COVID-19 di wilayah perkotaan:
Contoh Riset Formatif Kehumasan: Meningkatkan Kesadaran Vaksinasi COVID-19
1. Tujuan Riset
Tujuan dari riset ini adalah untuk memahami sikap, persepsi, dan hambatan masyarakat perkotaan terhadap vaksinasi COVID-19, guna merancang kampanye komunikasi yang lebih efektif dalam meningkatkan kesadaran dan partisipasi vaksinasi.
2. Mengidentifikasi Audiens Sasaran
Audiens utama dari kampanye ini adalah masyarakat yang tinggal di wilayah perkotaan, terutama kelompok usia produktif (18-45 tahun) yang masih ragu atau menolak vaksinasi. Audiens ini memiliki karakteristik sebagai berikut:
- Usia: 18-45 tahun
- Lokasi: Perkotaan (Jakarta, Surabaya, Bandung)
- Tingkat Pendidikan: Pendidikan menengah ke atas
- Media Preferensi: Aktif di media sosial (Instagram, Twitter, YouTube)
- Sikap: Ragu atau belum terinformasi dengan baik mengenai vaksinasi.
3. Metode Pengumpulan Data
a. Survei Online - Tujuan: Untuk mengetahui tingkat kesadaran, sikap, dan alasan audiens terhadap vaksinasi COVID-19. - Instrumen: Kuesioner online dengan pertanyaan tertutup (pilihan ganda) dan terbuka. - Pertanyaan Contoh: 1. Apakah Anda sudah mendapatkan vaksinasi COVID-19? Jika belum, apa alasannya? 2. Dari mana Anda biasanya mendapatkan informasi tentang kesehatan (media sosial, TV, radio, internet, dsb.)? 3. Seberapa besar kepercayaan Anda terhadap keamanan dan efektivitas vaksin COVID-19?
b. Wawancara Mendalam - Tujuan: Mendapatkan wawasan lebih mendalam tentang kekhawatiran dan motivasi individu terkait vaksinasi. - Subjek: 10-15 orang yang belum mendapatkan vaksin atau merasa ragu-ragu. - Pertanyaan Contoh: 1. Apa yang membuat Anda ragu untuk divaksinasi? 2. Apakah ada informasi yang ingin Anda ketahui lebih lanjut tentang vaksinasi? 3. Bagaimana pendapat Anda tentang upaya pemerintah dalam kampanye vaksinasi COVID-19?
c. Focus Group Discussion (FGD) - Tujuan: Menguji efektivitas pesan-pesan kampanye awal terhadap kelompok audiens yang berbeda. - Peserta: 6-8 orang per sesi dari kelompok sasaran yang beragam. - Topik Diskusi: Pandangan terhadap pesan kampanye, preferensi komunikasi, dan saluran yang paling dipercaya.
d. Analisis Media Sosial - Tujuan: Menganalisis sentimen dan percakapan publik terkait vaksinasi COVID-19. - Alat: Menggunakan alat analisis media sosial untuk melacak kata kunci seperti “vaksin COVID-19, ” “efek samping vaksin, ” “keamanan vaksin” di platform seperti Twitter dan Instagram.
4. Analisis Data
Setelah data dikumpulkan melalui survei, wawancara, FGD, dan analisis media sosial, langkah berikutnya adalah menganalisis data untuk menemukan tren atau pola umum. Beberapa hal yang dianalisis adalah:
- Tingkat Kesadaran: Seberapa banyak audiens yang mengetahui manfaat vaksinasi COVID-19.
- Persepsi: Sikap terhadap keamanan dan efektivitas vaksin.
- Hambatan: Alasan umum mengapa audiens menolak atau ragu divaksin, misalnya karena mitos yang berkembang, informasi yang salah, atau pengalaman negatif yang didengar.
- Media yang Dipercaya: Saluran media yang paling sering digunakan dan dipercaya oleh audiens untuk mendapatkan informasi tentang vaksin.
- Contoh Temuan Analisis:
- 70% audiens mengetahui program vaksinasi, tetapi 45?ri mereka ragu akan keamanan vaksin.
- Alasan utama keraguan adalah informasi yang salah mengenai efek samping vaksin yang didapatkan dari media sosial.
- Mayoritas audiens mendapatkan informasi kesehatan dari Instagram dan YouTube.
5. Mengembangkan Rekomendasi
Berdasarkan hasil analisis, rekomendasi berikut dapat diambil untuk kampanye kehumasan:
- Pesan Utama: Fokus pada edukasi mengenai keamanan dan efektivitas vaksin, dengan penekanan bahwa vaksin sudah teruji secara klinis dan aman digunakan.
- Gaya Komunikasi: Gunakan bahasa yang sederhana dan persuasif, serta pendekatan yang empati untuk mengatasi ketakutan audiens.
- Saluran Komunikasi: Prioritaskan penggunaan media sosial seperti Instagram, YouTube, dan Twitter karena audiens sasaran aktif di platform tersebut.
- Figur yang Dapat Dipercaya: Gunakan testimoni dari tenaga kesehatan dan influencer yang dipercaya oleh masyarakat.
6. Pengujian Pesan
Pesan-pesan yang telah dirancang akan diuji kepada kelompok kecil audiens melalui FGD dan uji coba iklan di media sosial. Contoh pesan yang diuji:
- “Vaksin COVID-19 aman dan efektif, telah teruji klinis dan diawasi ketat oleh tenaga medis.”
- “Jangan percaya mitos! Informasi yang benar bisa menyelamatkan hidup Anda dan keluarga Anda.”
Umpan balik dari audiens diuji untuk mengetahui apakah pesan ini mudah dipahami, dapat dipercaya, dan memotivasi tindakan (yaitu vaksinasi).
7. Pemantauan dan Evaluasi
Setelah kampanye diluncurkan, pemantauan terus dilakukan untuk menilai dampaknya. Data seperti jumlah orang yang mendaftar untuk vaksinasi, tingkat partisipasi di media sosial, dan sentimen percakapan publik akan terus dianalisis.
Indikator Evaluasi:
- Jumlah Pendaftaran Vaksinasi: Apakah ada peningkatan jumlah masyarakat yang mendaftar untuk vaksinasi setelah kampanye berjalan?
- Engagement Media Sosial: Seberapa banyak audiens yang berinteraksi dengan kampanye di media sosial (like, comment, share)?
- Perubahan Persepsi: Apakah persepsi masyarakat tentang keamanan vaksin membaik setelah kampanye?
Kesimpulan
Riset formatif kehumasan dalam contoh ini digunakan untuk membangun strategi komunikasi vaksinasi COVID-19 yang efektif. Melalui survei, wawancara, FGD, dan analisis media sosial, diperoleh wawasan mendalam tentang audiens sasaran, yang membantu merancang pesan yang relevan dan memilih saluran komunikasi yang paling sesuai. Hasil riset ini menjadi dasar kuat dalam membentuk kampanye yang tidak hanya meningkatkan kesadaran, tetapi juga memotivasi tindakan positif di masyarakat. (Hendri Kampai/ Humas Indonesia)