TAMPAKSIRING - Dalam dunia 'niskala' (tak kasat mata) bagi orang Bali sesungguhnya adalah bagian dari sebuah pengabdian kepada yang Maha Suci. Tentu disini harus memiliki hati yang tulus, ikhlas, bakti dan jauh dari keinginan duniawi dalam melaksanakan kewajiban yadnya.
Menemani keluarga Jero Mangku Made Nadi yang mengadukan kepada senator Shri I Gusti Ngurah Arya Wedakarna Mahendradatta Wedasteraputra Suyasa (AWK) bersama rombongan keluarga di Istana Mancawarna, Tampaksiring, Gianyar, Bali, tentang permasalahan yang dihadapinya.
I Gede Arjana, SH., bersama adiknya Ketut Budiasa dan keluarga mengadukan permasalahan yang dihadapinya kepada senator AWK. Ia menceritakan bahwa dirinya mewakili ibunya Jero mangku made Nadi, menceritakan apa yang dialaminya di Desa Lokapaksa Kecamatan Seririt, Kabupaten buleleng. Ia yang mengaku mewakili 12 KK Dadia Darma Utama, menjelaskan soal permasalahan Kepemangkuan Kayangan Tiga, yang saat ini ada dualitas kepemangkuan di Pura Dalem Desa Adat Lokapaksa.
"Tahun 1998 bapak tiang ngaturang ngayah jadi pemangku, lalu tahun 2017 dengan dikeluarkannya beberapa surat dari Kelian Adat Lokapaksa, ini membuat perpecahan di internal keluarga dadia, "ungkapnya kepada AWK, Rabu (25/01/2023), di Istana Mancawarna.
Lalu ia melanjutkan ceritanya bahwa pada tahun 2018 diangkatlah pemangku di Pura Dalem Lokapaksa yang diakuinya tidak sesuai awig-awig atau aturan main dari pengangkatan pemangku tersebut.
"Sekarang ada 2 pemangku"
Dalam perjalanan waktu Jero Mangku Putu Sedana Surat yang merupakan ayah dari Gede Arjana meninggal dunia yang diceritakannya bahwa adanya rasa kekecewaan terhadap keputusan dualisme tersebut.
"Bapak tiang meninggal tahun 2021, lalu kelian Adat kami tahun 2022 mengeluarkan berita acara Paruman Agung yang hasilnya menurut kami melemahkan dan memojokan posisi kepemangkuan Ibu tiang, mohon petunjuknya, "ujarnya kepada AWK.
Baca juga:
Anomali Suran Edaran Kemendagri
|
Kondisi saat ini keluarga mereka diduga dilaporkan kepada pihak Polsek Seririt atas dugaan tindak pidana pengancaman yang terjadi pada tanggal 03/01/2023 sekitar jam 21.30 wita, yang lokasi kejadian di Kantor Perbekel Desa Lokapaksa, Banjar Dinas Canik Agung, Desa Lokapaksa, Kecamatan Seririt, Kabupaten Buleleng.
Menurut penuturannya keluarga yang dilaporkan ke Polsek Seririt sebanyak 4 orang, yakni Putu Yasa, Ketut Budiasa, Wayan Catri dan Putu Budiartawan. Kejadian itu berawal dari keinginan 4 saudara mereka yang hendak menanyakan perihal jadwal yang sudah diatur sedemikian rupa, mengapa berubah kembali tidak sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan. Alih-alih mendapatkan jawaban yang baik, malah 4 yang masih dalam satu saudara besar dilaporkan ke polisi.
"Itu tidak benar, keluarga saya tidak ada melakukan pengancaman kepada siapapun, hanya mau menanyakan dan mohon jadwal pelayanan 'nganteb' pada saat hari raya Galungan dan Kuningan saja, " ungkap Gede yang menjadi juru bicara saat itu.
Mencoba menghubungi Kelian Adat Lokapaksa I Gusti Made Sanjaya, menanyakan melalui pesan elektronik mengapa melakukan pelaporan terkait kasus adat bisa berujung kasus hukum yang diduga pengancaman oleh 4 orang seperti yang dilaporkannya.
" Pengancaman dengan kata-kata yang terlontar (Ketut Budiasa), Ne Se Kelian Adate Ketagian Angsuh, Tusuk...tusuk, sambil menunjuk tangan kirinya ke arah tiang (saya) dan tangan kanannya masuk ke kantong jaketnya, "tulisnya dalam pesan elektronik, Jumat (27/01/2023).
Terus menanyakan tentang dualisme Kepemangkuan yang dianggap mengacaukan suasana yang ada,
" Sebenarnya Paruman Agung adalah bukan semata mata karena dualisme Pemangku di Pura Dalem, melainkan tujuan utama diselenggarakan Paruman Agung adalah dalam rangka pembuatan pararem penyacah awig, " sebutnya.
Untuk masalah keadilan dan tidak sesuai aturan yang berlaku dirinya menjelaskan juga bahwa masalah diundang atau tidak diundang, sesuai ketentuan yang telah lama berjalan bahwa Paruman Agung wajib diikuti oleh perwakilan dari masing - masing Dadia yang jumlahnya 130 kepala keluarga.
Kronologis Kepemangkuan versi Kelian Adat Lokapaksa - Klik untuk link
Ditanya soal menggunakan cara - cara damai dan tidak perlu ke ranah hukum untuk permasalahan Adat dirinya menjawab,
" Kalo jalan damai pasti ada, sepanjang satu keluarga ini mau menurunkan egonya masing-masing, karena selama ini keluarga ini menjadi dua kelompok dan 'puik' (tidak bertegur sapa)"
" Dasar permasalahannya adalah, saya dianggap membuat keputusan sendiri dan memihak, padahal itu semua sudah jelas-jelas hasil Paruman Agung "
AWK yang saat akhir acara memberikan kesempatan untuk diwawancarai, mengatakan bahwa dirinya menyayangkan bahwa masalah keluarga besar atau masalah adat harusnya bisa diselesaikan di tingkatan adat tidak perlunya sampai pelaporan ke polisi.
" Saya prihatin dan menyayangkan hal ini, tentu saya akan bergerak sesuai dengan aspirasi mereka, " ujar AWK.
Ia juga mengharapkan pihak kepolisian tidak menindaklanjuti pelaporan tersebut. " Ini masalah keyakinan, ayo dunk dari pihak kepolisian, semoga saja tidak terlalu ditindaklanjuti "
" Cukuplah klarifikasi "
Lalu permasalahan adat di Bali yang ada suka dan tidak suka, dan kasus yang dipahaminya tidak masalah tanah, tanah ayahan desa, aset desa, ini masalah keyakinan seseorang.
Ia juga menegaskan bahwa sebaiknya ingat pesan bung Karno 'Jasmerah ' , jangan lupakan sejarah.
"Kita harus ingat Jro Istri ( Jero Mangku Made Nadi ) yang sudah ngayah, mungkin sudah separuh hidupnya dan mungkin juga ada kontribusi dari keluarga - keluarganya dari jaman dahulu. Seyogyanya ingat pesan Bung Karno 'Jasmerah' , " jelas AWK.
Ia juga mengungkapkan bahwa permasalahan yang terjadi tidaklah terlalu berat, hanya pertukaran jadwal dan tidak diberhentikan sebagai pemangku dan tidak ada unsur pidana.
"Selesaikan dengan baik, yang pasti kami setelah ini akan tindaklanjuti, Desa juga kami lindungi dan Jero Mangku Istri beliau prioritas saya"
Ditanyakan tentang oknum yang bersikap arogan, dirinya belum bisa bicara banyak, kondisi itu masih akan dipelajari lebih dalam lagi.
"Ini kan masih sepihak, kita masih perlu pelajari lebih dalam lagi"
Kondisi permasalahan adat sebaiknya dikembalikan kepada musyawarah mufakat, karena kondisi Bali yang baru pulih dari Pandemi Covid 19 diharapkannya tidak ada permasalahan yang mencuat yang akan merugikan masyarakat Bali sendiri.
" Tidak ada gunanya masalah adat ini saling lapor, saya tahu daerah Lokapaksa ini adalah daerah yang tua, daerah revolusioner dan daerah sejarah, jangan sampai ada permasalahan ini yang mencederai citra desa ya, " tutupnya. (Ray)