Jakarta - Presidensi G20 Indonesia mendorong kolaborasi antarnegara anggota G20 dalam mengentaskan wabah pandemi global COVID-19 yang merebak dalam dua tahun terakhir ini.
Dengan begitu, upaya penanganan pandemi dapat dilakukan dalam waktu waktu yang relatif lebih cepat dengan upaya kolaborasi antar negara di masa mendatang.
"Dalam kasus pandemi COVID-19, dunia hanya bisa terbebas jika berkolaborasi satu sama lain, " kata Tim Juru Bicara Presidensi G20 Indonesia, Maudy Ayunda, di Istana Negara pada Kamis (7/4/2022).
Menurut Maudy, kolaborasi menjadi kunci yang sangat penting dalam mengentaskan wabah global COVID-19. Sebab, kesehatan masyarakat dunia, sejatinya saling bergantungan antara satu negara dengan negara lain. Artinya, penanganan wabah itu harus melibatkan negara disekitarnya dalam bentuk kolaborasi, untuk memperkuat upaya penanganan wabah tersebut.
Dalam mendorong hal itu, Indonesia mengedepankan perbaikan arsitektur kesehatan global menjadi salah satu topik bahasan utama dalam pertemuan G20. Sehingga, upaya penanganan wabah global COVID-19 di seluruh dunia dapat memegang teguh prinsip kolaborasi pada beberapa waktu ke depan.
"Indonesia mengajak seluruh anggota G20 duduk bersama menyusun exit strategy dari persoalan kesehatan dan pandemi, " kata Maudy.
Dalam membahas agenda tersebut, akan diturunkan menjadi tiga isu yakni Pertama, menyelaraskan standar protokol kesehatan global. Kedua, membangun ketahanan sistem kesehatan global, dan ketiga, membangun pusat studi serta manufaktur untuk mencegah, menyiapkan respon dan merespon krisis kesehatan yang akan datang.
Agenda pertama, yakni menyelaraskan standar protokol kesehatan global sudah dilakukan pembahasan dalam pertemuan Health Working Group pertama yang diselenggarakan di Yogyakarta pada beberapa waktu lalu.
Secara mendetail dibahas tentang upaya dalam menyelaraskan standar protokol Kesehatan global untuk perjalanan antarnegara. Hal itu penting, karena diperlukan keseragaman standar protokol kesehatan dalam perjalanan internasional. Melalui perantara teknologi, terutama digitalisasi sertifikat vaksin COVID-19 akan memberikan kepastian bagi pelaku perjalanan itu.
"Penyelarasan standar protokol kesehatan global, terutama digitalisasi sertifikat vaksin COVID-19, akan mempermudah, memberi kepastian, keamanan dan ketenangan bagi pelaku perjalanan antarnegara, " kata Maudy.
Baca juga:
Pj.Sekda Trenggalek Tinjau Penyaluran BSP
|
Kemudian, telah disepakati juga penggunaan Quick Response (QR) Code. Semua sepakat menyepakati teknologi tersebut. Mengingat, penggunaan QR Code itu dinilai sederhana, aman dan bisa menyimpan informasi serta memiliki standar yang sama di seluruh dunia. Kebijakan ini akan diberlakukan di semua negara anggota G20 dan secara bertahap dapat diterapkan pada negara-negara lainnya.
Dalam menyikapi kesepakatan itu, Kementerian Kesehatan Indonesia mengenalkan sistem verifikasi sertifikat vaksin universal atau Universal Verifier Vaccine Certificate (Universal Verifier). Sebuah portal khusus dari Kementerian Kesehatan yang mampu membaca data sertifikat vaksin negara lain.
Portal ini berbasis web dan dibuat sesuai standar WHO. Mudah digunakan di semua perangkat tanpa perlu mengganti QR Code yang sudah digunakan. Dengan sistem ini sertifikat digital vaksin pelaku perjalanan bisa terbaca di sistem negara lain. Portal Universal Verifier itu telah diujicobakan di 19 negara anggota G20, dan mendapatkan tanggapan positif.
"Universal Verifier akan didorong ke negara-negara lainnya dan diharapkan bisa membantu negara-negara tersebut agar lebih siap menghadapi pandemi di masa yang akan datang, " tutur Maudy.
Dengan menggunakan kesepakatan itu, tentunya membuat mobilitas internasional berangsur normal dan mencegah peredaran virus. Penyelarasan tersebut dengan menggunakan medium teknologi yang nantinya di dorong oleh Indonesia dapat mendorong pulihnya sektor pariwisata dan ekonomi (Parekraf). Karena dua sektor tersebut terkena dampak yang cukup signifikan kala penyebaran COVID-19 terjadi.
"Sebagai gambaran, sektor Ekonomi dan Pariwisata paling terdampak akibat pembatasan mobilitas. Sektor itu menurun hingga 73 persen dari 2019 ke 2020. Pada 2021 pun masih mengalami penurunan sebesar 72 persen, " pungkas Maudy.